PENGENDALIAN MIKROBA

7.1. Definisi dari istilah yang sering digunakan.

Terminologi sangat penting dalam pengendalian mikroorganisme dimana penggunakan kata disinfectant dan antiseptic sering digunakan. Keadaan dapat lebih membingungkan Karena penangan secara khusus dapat menumbuhkan ataupun membunuhnya tergantung pada kondisi tertentu.
Kemampuan untuk mengendalikan populasi mikroba pada benda mati, seperti alat makan dan alat operasi sangatlah penting. Terkadang sangat penting untuk melenyapkan seluruh mikroorganisme pada objek tersebut. Sterilisasi (Bahasa latin “sterilis”, tidak dapat berkembang atau mandul adalah suatu proses dimana seluruh sel yang hidup, baik itu spora, virus dan viroid dilenyapkan dari suatu objek atau habitat. Objek yang steril tidak memiliki mikroorganisme, spora dan senyawa penginfeksi lain didalamnya. Ketika keadaan steril dicapai menggunakan perantara kimia, maka senyawa kimia disebut sterilant. Berlainan dengan ini, Desinfeksi adalah membunuh, menghancurkan atau melenyapkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Tujuan utamanya dalah untuk menghancukrkan pathogen, damun desinfeksi juga mengurangi jumlah mikroba. Desinfectant adalah agen/perantara, umumnya berupa senyawa, yang digunakan untuk mengangkut spora dan beberapa mikroorganisme yang masih tersisa. Sanitization berkaitan dengan desinfeksi. Dalam sanitasi, populasi mikroba dikurangi sehingga mencapai level dimana mikroba dianggap tidak berbahaya bagi kesahatan. Benda mati umumnya dibersihkan dan di desinfeksi secara sebagian. Misalnya, Sanitizer yang digunakan untuk alat makan pada restoran.
Sangatlah penting bagi kita secara sering mengontrol mikororganisme pada kulit/jaringan tubuh dengan perantara kimia. Antisepsis (Yunani: anti, melawan, sepsis, pembusukan) adalah mencegah infeksi atau kebusukan dan dapat dicapai menggunakan antiseptik. Antiseptik merupakan perantara kimia yang dioleskan pada kulit/jaringan guna mencegah infeksi dengan cara memangkas pertumbuhan pathofen; antiseptic juga mengurangi jumlah mikroba. Karena antiseptic tidak menghancurkan inang dari kulit, antiseptic tidak beracun seperti disinfectant.
Sebuah akhiran dapat dipakai untuk menandai tipe-tipe perantara antimikroba. Zat yang dapat membunuh organisme sering diberik akhiran -cide (latin: Cida, membunuh). Germicide membunuh pathogen tetepi tidak endospores. Disinfectant atau antiseptic daapt bekerja secara efektif pada suatu kelompok, yaitu bactericide, fungicide, algicide, atau viricide. Senyawa kimia lain yang tidak membunuh, tetapi memperlambat pertumbuhan. Apabila senyawa perantara ini dihilangkan, maka pertumbuhan akan berlanjut. Senyawa/zat ini ditambahi akhiran -static (Yunani: statikos, menyebabkan sesuatu berhenti) misalnya bacteriostatic dan fungistatic.
Meski perantara ini dijelaskan berdasar efeknya terhadap pathogen, harus tetap dicatat bahwa merea juga membunuh atau memperlambat zat nonpathogen juga. Kemampuan mereka dalam mengurangi populasi mikroba, tidak hanya berpengaruh di tingkat pathogen, namun juga sangat penting dalam situasi tertentu.

7.2 Pola Kematian Mikroba

Populasi mikroba tidak terbunuh secara instan ketika terkena senyawa yang letal/mematikan. Matinya populasi, seperti halnya pertumbuhan popuasi seringnya terjadi secara bertingkat/algoritme, karenanya populasi akan terus berkurang dengan interval yang konstan (Tabel 7.1). apabila algoritme dari total populasi dibandingkan dengan lamanya waktu terkena agen perantara kimia tersebut, maka dapat ditarik garis lurus. (bandingkan gambar 7.1 dengan gambar 6.2). ketika populasi berkurang secara drastis, jumlah yang terbunuh akan berkurang dikarenakan mikroorganisme yang tersisa memiliki daya tahan yang lebih kuat.


Gambar 7.1 Pola Kematian mikroba. Garis exponential dari mikroorganisme tersisa berbanding dengan lamanya waktu terkena panas pada 121 C. pda contoh D121 valuenya adalah 1 menit. Data diambil dari table 7.1.

Tabel 7.1 Teori dalam membunuh mikroba menggunakan panas.

Guna mempelajari efektifitas dari senywa mematikan, kita harus menentukan kapan mikroorganisme akan mati, tugas ini tentunya tidak mudah. Sangat sulit bahkan tidak mungkin kita mengecek denyut nadi bakteri. Bakteri dianggap mati apabila ia tidak bertumbuh atau berproduksi ketika diletakkan pada wadah yang dapat meningkatkan pertumbuhannya.

7.3 Pengaruh kondisi dan Efektifitas dari aktifitas agen antimikroba
Penghancuran mikroorganisme dan pengekangan pertumbuhannya bukan masalah sepele, Karena efesiensi dari antimicrobial agent (perantara yang dapat membunuh atau mengekang pertumbuhannya) dipengaruhi oleh 6 faktor :

1.    Ukuran populasi. Karena sejumlah fraksi populasi mikroba terbunuh setiap intervalnya, maka populasi yang lebih besar cenderung memakan waktu lebih lama. Seperti pada tabel dan gambar 7.1.
2.        Komposisi dari populasi. Efektifitas suatu agent bervariasi tergantung dari bagaimana organisme diperlakukan, Karena mikroorganisme dibedakan dengan kerentanannya. Bakter endospore lebih resistan, sel yang muda umumnya lebih mudah dihancurkan. Bahkan ada beberapa spesies yan sangat sulit dihancurkan. Mycrobactium tuberculosis, yang menyebabkan tuberkolosis, lebih resistan terhadap senyawa pembunuhnya dibanding dengan bakteri lain.
3.     Konsentrasi dan intensitas dari agent antimikroba. Sering, namun tidak selalu, senyawa dengan konsentrasi tinggi lebih cepat menghancurkan mikroorganisme. Namun, keefektifannya biasa tidak secara langsung berhubungan dengan konsentrasi atau intensitas. Misalnya. 70% etanol lebih efektif dibanding 95% etanol dikarenakan adanya kehadiran dari air.
4.  Lamanya terjangkit. Semakin lama populasi terkena agen antimicrobe, lebih banyak pula organisme yang dibunuh (gambar 7.1). untuk mencapai keadaan steril,  durasi pemaparan  harus dikurangi dengan probabilitas dari survival yaitu 10-6 atau lebih kecil.
5.   Temperatur. Peningkatan temperature pada suatu senyawa sering meningkatkan aktifitasnya. Umumnya kosentarsi rendah dari disinfectant atau agen sterilisasi dapat dipakai pada suhu lebih tinggi.
6.     Lingkungan sekitar. Populasi yang akan dikontrol tidak pada keadaan isolasi namun dikelilingi oleh faktpr lingkungan yang mungkin dapat melindungi dari kehancuran. Misalnya, Karena panas dapat membunuh lebih cepat pada pH asam, makanan asam dan minuman seperti buah dan tomat lebih mudah di pasterisasi dibanding makanan dengan pH tinggi seperti susu.

7.4 Penggunaan Metode Kontrol Secara Fisik

Panas dan agent fisikal lainnya sering digunakan untuk mengontrik pertumbuhan mikroba dan mensterilisasi suatu objek, seperti terlihat pada operasi secara berlanjut dari autoclave di lab mikrobiologi. Agent fisikal yang paling sering digunakan adalah, panas, temperature rendah, filtrasi dan radiasi.

Heat (Panas)

Api dan memanaskan air dapat dipakai untuk sterilisasi dan disinfeksi sejak jaman Yunani, pemanasan adalah cara paling popular dalam menghancurkan mikroorganisme. Baik moist heat maupun dry heat.
Moist heat secara cepat membunuh virus, bakteri dan jamur (tabel 7.2). pemaparan pada air mendidih selama 10 menit sudah cukup untuk menghacurkan sel vegetative dan spora eukaryotic. Sayangnya temperature dari air mendidih (100oC) tidak cukup tinggi untuk membunuh bakter endospore yang dapat bertahan setelah berjam-jam direbus. Oleh Karena itu perebusan dapat dipakai dalam disfensi minuman dan objek yang tidak berbahaya bagi air, namun perebusan tidak mensterilisasi.
Karena pemaparan pada air mendidih selama 10 menit sudah cukup untuk menghacurkan sel vegetative dan spora eukaryotic
Tabel 7.2 Perkiraan kondisi pada pembunuhan dengan Moist Heat

Gambar 7.2 Perhitungan nilai. z value digunakan dalam perhitungan hubungan suhu dengan temperature terhadap ketahanan mikroorganisme, berdasarkan dari respon D value pada berbagai suhu. z value adalah peningkatan suhu yang dibutuhkan untuk mengurangi waktu pengurangan decimal (D) menjadi 10% dari nilai awalnya. Untuk sampel homogenous dari uji mikroorganisme ini didapat z value sebesar 10.5o. D value digambarkan dalam skala algoritme.
Awalnya keefektifan sering digambarkan dengan Thermal Death Point (TDH) atau titik panas kematian, pada suhu terendah, mikroba dapat dibunuh dalam 10 menit. Karena TDP mengesankan kita bahwa pada suatu titik temperature dianggap mematikan dalam kondisi apapun. Thermal Death Time (TDT) waktu keamatian terhadap panas, lebih sering digunakan sekarang ini. Karena waktu tersingkat yang dibutuhkan untuk membunuh semua organisme mikroba adalah pada temperature tertentu dan pada kondisi yang telah ditentukan. Namun, penghancuran tersebut tidak algoritme, dan secara teori tidak mungkin untuk menghancurkan secara total mikroorganisme pada sampel. Meski dengan pemanasan yang ditambah. Oleh Karena itu gambaran yang lebih rinci atau tepat, decimal reduction time (D) atau Value D telah diterima secara umum. D adalah waktu yang dibuthkan untuk membunuh 90% mikroorganisme atau spora pada sampel dalam suhu tertentu. Value D adalah waktu yang dibutuhkan untuk garis agar turun 1 log putaran. Value D biasanya ditulis dengan subscript, mengindikasikan suhu yang dipakai. Value D digunakan untuk mengestimasi resistan secara relative dari suatu mikroorganisme pada suhu berbeda melalui perhitungan z value. z value adalah meningkatnya suhu yang dibutuhkan untuk mengurangi D dari 1/10 jumlah awalnya atau mengurangi 1 log atau 1/10 nya. (gambar 7.2). cara lain untuk menggambarkan efektifitas pemanasan adalah menggunakan F value yaitu waktu dalam satuan menit pada suhu tertentu (biasanya 121,1oC atau 250oF) yang dibutuhkan untuk membunuh populasi sel atau spora.
Pemrosesan makan pada pabrik menggunakan D dan z value. Setelah makanan dikalengkan, maka harus dipanaskan guna mengeliminasi resiko peningkatan botulism dari spora Clostridium botulinum. Pemanasan dilakukan selama mungkin guna mengurangi populasi sebanyak 1012 spora C. botulinum menjadi 100 (1 spora), karenanya ada kemungkinan kecil terdapat spora yang masih berbahaya. Value D untuk spora ini pada suhu 121oC adalah 0,204 menit. Oleh Karena itu akan memakan 12 D atau 2.5 menit untuk mengurangi 1012 spora menjadi 1 spora dengan pemanasan pada suhu 121oC. value z dari spora C. botulinum adalah 10oC, karenanya akan 10oC suhu harus diubah untuk mengubah nilai D value 10x lipat. Apabila kaleng diprses pada 111oC dibanding dengan 121oC, maka value D akan meningkat 10 x dari 2.04 menit dan 12 value menjadi 24.5 menit. Value D dan value z untuk jenis pathogen pada makanan umum terdapat pada tabel 7.3. tiga value D dimasukkan untuk Staphylococcus aureus untuk mengilustrasikan variasi tingkat pembunuhan dan lingkungan dengan efek melindungi bagi material organic.
Moist heat sterelisasi harus dilakukan pada suhu diatas 1000C guna menghancurkan bakteri endospore, dan ini dapat dicapai menggunakan uap pada tekanan. Sterilisasi menggunakan uap dapat dilakukan dengan Autoclave (gambar 7.3), sebuah alat semacam penanak nasi. Pengembangan autoclave yang dimulai pada 1884 dapat menstimulasi pertumbuhan mikrobiologi. Air dipanaskan menghasilkan uap, yang kemudian dilepaskan menuju kamar autoclave. Udara yang awalnya ada pada kamar tersebut dipaksa keluar hingga kamar berisi dengan uap kemudian outlet ditutup. Panas. Uap panas kemudian masuk hingga uap mencapai suhu tertentu dan tekanan tertentu, biasanya 121oC dan 15 pound tekanan. Pada suhu ini, uap jenuh menghancurkan semua cel vegetative dan endospore pada volume cairan yang rendah sekitar 10 – 12 menit. Proses akan berlangsung hingga 15 menit dan menghasilkan titik aman. Tentunya wadah yang lebih besar dari cairan sperti wadah labu botol akan memakan waktu lebih lama.
Moist heat dapat membunuh secara efektif dan menurunkan asam cleic dan mengubah sifat enzim dan protein lainnya. Ia juga dapat merusak sel membrane.
Autoclaving harus dilakukan secara benar atau material yang diproses tidak akan steril. Apabila seluruh udara tidak dikeluarkan dari kamar, suhu tidak akan mencapai 121oC meski tekanan mencapai 15 pounds. Kamar/ruang tidak harus terlalu padat Karena uap butuh bersirkulasi secara bebas agar  berkontak dengan seluruh bagian autoclave. Bakteri endospore akan terbunuh apabila suhu tetap 121oC selama 10 – 12 menit. Ketika volume cairan yang besar harus disterilkan, dibutuhkan waktu tambahan untuk mencapai suhu 121oC; 5 liter cairan membutuhkan waktu 70 menit. Dalam mengatasi masalah ini, indicator biologis sering di autoclave bersamaan dengan material lain. Indicator ini umumnya terdiri dari tabung sampel yang megandung waduh ampul yang steril yaitu kertas yang terdapat spora dari Bacillus stearithermophilus atau Clostridium PA3679 setelah autoclaving, ampul akan patah secara aseptic dan tabung akan diinkubasi selama beberapa hari. Apabila bacteri yang di uji tidak tumbuh dalam medium, maka sterilisasi dianggap sukses. Terkadang digunakan kertas special yang bertuliskan steril atau kertas indicator yang berubah warna apabila suhu autoclave mencapai titik tertentu. Apabila kata tersebut muncul atau warna berubah setelah proses autoclave, maka material harusnya steril. Pendekaatan ini dianggap mudah dan menghemat waktu namun tidak ampuh digunakan untuk bakteri endospore.

Tabel 7.3 D value dan z value dari beberapa makanan mengandung Pathogen


Gambar 7.3 Autoclave dan Steam Sterilizer. (a) autoclave atau sterilizer dengan control otomatis yang modern. (b) Longitidal cross section dari autoclave pada umumnya, menunjukkan beberapa bagian dari jalur masuk uap. (b) dari John J. Perkins, metode dan prinsip dari sterilisasi pada sains kesehatan, edisi 2, 1969.
Banyak zat, seperti susu diproses dengan mengontrol panas pada suhu sedikit dibawah titik didih, proses ini disebut pasteurization dinamai atas pengembangnya Lousi Pasteur. Pada 1860 di industry wine prancis menghadapi masalah terbuang/basinya wine yang menyebabkan penyimpanan wine dan pengirimannya menjadi sulit. Pasteur kemudian meneliti wide tersebut dengan mikroskop dan mendeteksi adanya mikroorganisme yang sepert bakteri yang menyebabkan asam lactic dan asam acetic terfermentasi. Ia kemudian menemukan bahwa pemanasan pada suhu 55-60oC akan membunuh mikroorganisme ini dan dapat mengawetkan wine dalam priode waktu lama. Pada 1886 ahli kimia jerman V.H. dan F. Soxhlet menggunakan teknik ini untuk mengawetkan susu dan mengurangi penyakit Karena susu yang basi. Pasteurisasi susu dikenalkan di U.S pada 1889. Susu, bir dan berbagai minuman lain sekarang dipasteuraisasi. Pasteurisasi tidak mensterilkan minuman, namun ia membunuh pathogen yang terdapat didalamnya dan melambatkan basinya produk dengan cara mengurangi tingkat terbuangnya mikroorganisme nonpathogen.
Susu dapat dipasteurisasi dengan 2 cara. Metode yang satunya adalah susu dipanaskan pada suhu 63oC selama 30 menit. Kuantitas besar susu sekarang ini harus dilakukan  flash pasteurization atau high-temperature-short-term (HTST) pasteurisasi, yang terdiri dari pemanasan singkat pada suhu 72oC selama 15 detik, kemudian dilakukan pendinginan. Industry susu terkadang menggunakan ultrahigh-temperature (UHT) sterilization. Susu dan produknya dipanaskan pada suhu 150oC selama 1-3 detik. Susu dengan proses UHT tidak membutuhkan kulkas dan dapat disimpan pada suhu ruangan selama 2 bulan tanpa adanya perubahan rasa. Porsi kecil Kopi krim yang disediakan di resotran sering disiapkan menggunakan proses UHT-sterilization.
            Banyak objek lebih baik disterilsasi tanpa menggunakan air dengan dry heat sterilization. Benda yang disterilisasi ditempatkan di oven pada suhu 160-170oC selama 2-3 jam. Kematian mikroba merupakan hasil dari oksidasi sel yang konstituen dan perubahan sifat protein. Meskipun pemanasan dengan udara kering tidak seefektif moist heat. Spora Clostridium botulinum dibunuh dalam 5 menit pada 121oC dengan moist heat tetapi hanya setelah 2 jam pemanasan dry heat 160oC memiliki beberapa keuntungan. Dry heat tidak melelehkan peralatan kaca dan instrument logam seperti pada moist heat. Banyak lab mensterilkan kaca petri dan pipet dengan dry heat. Meskipun dengan keuntungan ini, sterilisasi dengan dry heat prosesnya lambat dan tidak cocok dengan material yang sensitif terhadap panas seperti plastik dan benda-benda karet.

Temperatur Rendah

Meski penekanan kita berfokus pada penghancuran mikroorganisme, namun metode mengekang pertumbuhannya dapat dikontrol dengan mudah dengan menggunakan freezer atau kulkas. Pendekatan ini penting untuk makanan mikrobiologi (hal 970). benda yang dibekukan pada suhu -20oC atau lebih rendah akan menghentikan pertumbuhan mikroba Karena suhu rendah dan ketiadaan cairan air. Beberapa mikroorganisme akan mati Karena pengkristalan es mengganggu membrane sel. Tetapi pembekuan tidak menghancurkan mikroba. Faktanya pembekuan sangat bagus untuk menyimpan sampel mikroba apabila dilakukan dengan benar, dan banyak lab memiliki freezer untuk menyimban tabung pada suhu -30 hingga -70oC. Karena makanan beku mengandung mikroorganisme, maka harus segera dikonsumsi setelah dibekukan guna menghindari basi pertumbuhan pathogen.
Pembekuan mengurangi pertumbuhan dan reproduksi mikroba, tetapi tidak dapat menahan sepenuhnya. Untungnya pathogen bersifat mesophilic dan tidak tumbuh pada suhu dibawah 4oC. benda yang dibekukan dapat hancur karena pertumbuhan mikroorganisme psychronophilic dan psychrotrophic, khususnya apabila terdapat air. Oleh Karena itu pembekuan adalah teknik yang bagus hanya pada penyimpanan makanan dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Filtrasi

Filtrasi adalah cara yang sangat baik untuk mengurangi populasi mikroba dalam larutan yang mengandung material sensitive panas, dan terkanang digunakan untuk mensterilisasi larutan. Dibanding dengan secara langsung menghancurkan mikroorganisme yang sudah terkontaminasi, filtarsi hanya menghilangkan mereka. Ada dua jenis filtrasi. Depht Filter terdiri dari material yang berserat dan butiran-butiran yang saling mengikat menjadi lapisan tebal yang terisi dengan saluran yang berputar pada diameter kecil. Larutan yang mengandung mikroorganisme diserap melalui lapisan ini dengan vakum, dan sel mikroba dihilangkan dengan penyaringan fisikal atau entrapment(penangkapan) dan juga pengisapan ke luar material filter. Depth filter terbuat dari diatomaceous earth (Berkefield filters), porcelain tanpa glasir (Chamberlain filters), asbestos dan material sejenis lainnya.
Membrane filters dapat menggantikan depth filter untuk berbagai kegunaan. Filter bundar ini berupa membrane berpori, setebal 0,1 mm, terbuat dari cellulose acetate, cellulose nitrate, polycarbonate, polyvinylidene fluoride, atau bahan sintetis lain. Meski terdapat banyak macam ukuran lubang pori membaran dengan pori sekitar 0,2 u.m diameternya digunakan untuk menghilangkan sel vegetative, namun bukan virus, dari larutan dengan volum 1 mili hingga liter. membran kemudian diletakkan di pegangan khusus (gambar 7.4) dan sering didahului dengan depth filter yang terbuat dari kaca fiber guna menghilangkan partikel besar yang dapat menyumbat membrane filter. Larutan kemudian ditarik atau dipaksa melewati filter dengan vakum atau tekanan yang kuat dari suntikan, pompa perislaltic, atau botol gas nitrogen, dan dikumpulkan dalam wadah yang disterilisasi sebelumnya. Membrane filter menghilangkan mikroorganisme dengan cara menyaring mereka dengan ayakan guna memisahkan partikel pasir yang besar dari yang kecil (gambar 7.5). filter ini digunakan untuk mensterilisasi secara parmatik, larutan ophthalmic, tabung uji, minyak, antibiotic, dan larutan sensitive panas lainnya.
Udara juga bias disterilisasi dengan filtrasi. Dua contoh yang umum adalah masker operasi dan steker kapas pada wadah dengan cara memasukkan udara namun mengeluarkan mikroorganisme. Laminar flow biological safety cabinets menggunakan high-efficiecy particulate air (HEPA) filters, yang dapat menghilangkan 99,97% dari 0,3 u.m partkel, adalah system filtrasi udara yang paling penting. Laminarflow biological safety cabinets memasksa air lewat melalui filter HEPA, kemudain memprojeksikan tirai secara vertical hingga udara dapat lewat melalui celah cabinet. Hal ini melindungi pekerja dari mikroorganisme yang ditangani dengan cabinet dan mencegah ruangan dari kontaminasi. (gambar 7.6). seseorang akan menggunakan cabinet ini ketika bekerja dengan agent/perantara seperti Mycobacterium tuberculosis, virus tumor, dan penggabungan DNA. Hal ini juga diterapkan di lab ataupun pabrik. Seperti pabrik obat-obatan.


Gambar 7.4 Membrane Filter Sterilization, sebuah membrane filter untuk mensterilkan volume larutan. (a) Cross section dari unit membran filter. Beberapa membrane digunakan untuk meningkatkan kapasitas. (b) set komplit dari filtering. Larutan yang akan diterilisasi diletkkan di tabung Erlenmeyer, 1, dan dipaksa melewati filter dengan pompa peristaltic, 2, larutan disterilisasi dengan mengalirkan mealaui unit membran filter, 3, dan menuju ke container yang steril. Berbagai jenis filtering juga tersedia.

Gambar 7.5 Membrane Filter Types, (a) Bacillus megaterium pada membrane nilon Ultipor dengan tingkat pelenyapan bakteri 0,2u.m (x 2000). (b) Enterococcus faecalis yang ada pada membran filter polycarbonate dengan pori 0,4u.m (x5900).


Gambar 7.6 Laminar Flow Biological Safety Cabinet. (a) seorang teknisi melakukan proses pipetting material yang berpotensi bahaya ke dalam kabin keselamatan. (b) diagram skematik yang menujukkan pola aliran udara.

Radiasi

Terdapat berbagai jenis radiasi dan terdapat banyak cara pula radiasi merusak dan menghancurkan mikroorganisme yang telah didiskusikan diatas. Penggunaan fisikal dari ultraviolet dan ionisasi radiasi pada proses sterilisasi objek  akan dijelaskan setelah ini (pp.130-31).
            Ultraviolet (UV) radiation sebesar 260nm (gambar 6.17) akan sangat berbahaya namun tidak dapat menembus kaca, film, air dan zat lain secara efektif. Karena kekurangannya ini, radiasi UV digunakan sebagai agen sterilisasi pada situasi tertentu saja. Lampu UV terkadang diletakkan di atap ruangan atau pada cabinet keselamatan biologi guna mensterilisasi udara dan segara yang terpapar diudara. Karena radiasi UV membakar kulit dan melukai mata, orang yang berkerja di area tersebut harus mematikan lampu UV ketika area sedang digunakan. Unit komersial UV tersedia untuk pemrosesan air. Pathogen dan mikroorganisme lain akan hancur ketika lapisan tipis/kecil dari air melewati lampu tersebut.
            Ionizing radiation adalah agen sterilisasi yang baik untuk menembus jauh ke dalam suatu objek. Ia akan menghancurkan bakteri endospore dan sel vegetative, prokaryotic dan eukaryotic; namun radiasi ionisasi tidak selamanya efektif terhadap virus. Radiasi Gamma yang berasal dari cobalt 60 digunakan pada sterilisasi pendingin pada antibiotic, hormone, benang bedah, dan barang plastik habis pakai seperti suntikan. Radiasi gamma juga digunakan untuk mensterilisasi dan “pasteurisasi” daging dan makanan lain. Radiasi ini dapat melenyapkan ancaman dari pathogen seperti Escherichia coli 0157:H7, Staphylococcus aureus, dan Campulobacter jejuni. Badan administrasi obat dan makanan serta WHO telah menyetujui penyinaran makanan dengan radiasi dan dianggap aman. Pusat radiasi komersial beroperasi pada Tampa, Florida. Namun, proses ini belum diterapkan secara luas di U.S Karena biaya dan kekhawatiran terhadap efek dari radiasi gamma terhadap makanan. Pemerintah U.S saat ini menyetujui penggunaan radiasi dalam proses pengolahan daging unggas, daging sapi, daging babi, daging sapi muda, daging kambing, buah-buahan, sayuran dan berbagai rempah. Kemungkinan proses ini akan lebih jauh dipakai dimasa yang akan datang.

7.5 Pengguna Agent/Perantara Kimia dalam Proses Pengendalian.

Meski terkadang objek di disinfeksi dengan agen fisikal, agen kimia juga sering dipakai untuk proses disinfeksi dan antisepsis. Banyak factor yang mempengaruhi kefektifan dari senyawa kimia disinfektan dan antiseptic seperti dijelaskan sebelumnya. Factor seperti mikroorganisme apa yang mungkin akan ditemukan, konsentrasi serta sifat alami dari disinfectant yang digunakan, serta lamanya proses penanganan harus diperhitungkan. Permukaan yang kotor harus dibersihkan sebelum disinfectant atau antiseptic dipakai. Penggunaan secara wajar dari agen kimia juga penting dalam keselamatan di rumah sakit dan lab. (kotak 7.2). harus dicatat bahwa senyawa kimia juga dipakai untuk mengekang pertumbuhan mikroba pada makanan, hal ini dielaskan pada chapter makanan mikrobiologi (971-72).
Banyak senyawa kimia berbeda digunakan sebagai disinfectant, masing-masing memilki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Dalam memilih agen, sangat penting untuk mengingat karakteristik dari disinfectant yang ingin dipakai. Secara ideal, disinfectant harusnya efektif melawan berbagai jenis agen penyebab infeksi (bakteri gram-positif, gram-negatif, bacteria asam, bateri endospore, jamur dan virus) pada zat yang encer dan hadirnya benda organic. Meskipun senyawa ini bersifat racun terhadap agen pembawa penyakit, senyawa ini tidaklah berbahaya bagi manusia ataupun tidak korosif pada material umum. Keseimbangan antara rendahnya tingkat toksistas dan efektifitas terhadap hewan sangat susah dicapai. Beberapa senywa digunakan meskipun memiliki efektifitas yang rendah dikarenakan mereka bersifat nontoxic. Disinfectan harus dalam keaadan stabil ketika disimpan, tidak berbau atau memiliki bau yang harum, larut dalam air dan lipid untuk menembus mikroorgaisme, dan memiliki tegangan yang rendah sehingga dapat masuk dari celah permukaan, dan jika memungkinkan disinfectant ini tidaklah berharga mahal.
            Masalah yang sering muncul adalah penggunaan secara berlebih dari triclosan dan germicida lainnya. Agen antibakteri sekarang ini dapat ditemukan di produk seperti, deodorant, pencuci mulut, sabun, nampan, dan mainan bayi. Triclosan terdapat dimana-mana, sayangnya kita sekarang ini telah melihat munculnya bakteri yang resistan terhadap triclosan. Pseudomonas aeruginosa secara aktic memompa antiseptic keluar dari sel. Bakteri sepertinya merespon penggunaan antiseptic berlebih seperti halnya mereka bereaksi terhadap penggunaan antibiotic berlebih (pp. 818-20). Sekarang ini terdapat beberapa bukti yang menyatakan bahwa penggunan triklosan secara berlebih dapat meningkatkan frekuensi dari ketahanan bakteri terhadap antibiotic. Oleh Karena itu penggunaan antiseptic secara berlebih tidaklah baik.
            Sifat dan kegunaan dari beberapa kelompok disnfetan dan antiseptic yang umum akan disurvei nanti. Banyak karakteristik telah diringkas pada tabel 7.4 dan 7.5. struktur dari beberapa agen yang umum ditemui terdapat di gambar 7.7

Tabel 7.4 Tingkat aktifitas dari germicides tertentu


Tabel 7.5 Relativitas kemanjuran dari disinfectant dan antiseptic yang umum dipakai




            Gambar 7.7 Disinfectant dan Antiseptics. Struktur dari beberapa disinfectant dan antiseptic yang umum dipakai.

Phenolics

Fenol secara umum digunakan pada antiseptic dan disinfectant, pada tahun 1867 Joseph Lister memakai fenol guna mengurangi resiko infeksi ketika operasi. Dewasa ini fenol dan fenolik (turunlik bersifatan fenol) seperti cresols, xylenols dan orthophenylphenol digunakan sebagai disinfectant pada lab dan rumah sakit. Disinfektan yang umum ialah Lysol yang terbat dari campuran fenolik.  Fenolik bekerja dengan cara mengubah sifat protein dan merusak sel membrane. Mereka memiliki beberapa manfaat sebgai disinfectant. Fenolik bersifat tuberculocidal, efektif pada permukaan setelah pemakaian yang lama. Namun ia juga berbau kurang sedap dan dapat menyebabkan iritasi kulit.

Alkohol

Alkohol adalah disinfektan dan antiseptic yang paling umum digunakan. Ia bersifat bactericidal dan fungicidal namun tidak sporicidal; beberapa virus yang mengandung lipid juga dihancurkan. Dua jenis germicida alcohol yang sering dipakai ialah ethanol dan isopropanol, umumnya memiliki konsentrasi 70-80%. Mereka bekerja dengan cara mengubah sifat protein dan meleburkan membrane lipid. Rendam selama 10-15 menit akan cukup untuk disinfeksi thermometer dan instrument kecil lainnya.

Halogen

Halogen adalah bagian dari lima elemen (fluorine, chlorine, bromine, iodine, dan astatine) dalam kelompok VIIA dari tabel periodik. Mereka berupa molekul diatomik dalam keadaan bebas dan berbentuk seperti senyawa garam dengan sodium dan logam lainnya. Halgen iodin dan chlorine merupakan agen mikroba yang penting. Iodine digunakan sebagai antiseptic kulit dan membunuh dengan cara mengoksidasi sel dan iodinasi sel protein. Pada konsentrasi yang lebih tinggi. Dapat juga membunuh beberapa spora. Iodine sering digunakan sebagai perasa iodine, 2% atau lebih jumlah iodine dalam larutan air-ethanol pada potassium iodide. Meskipun efektif sebgai antiseptic, kulit juga dapat terluka, terdapat sisa noda, dan menyebabkan alergi iodine. Sekarang ini iodine lebih bersifat kompleks dengan carrier organik hingga membentuk iodophor. Iodophor adalah air yang larut, stabil dan tidak berbetuk, dan melepaskan iodine secara perlahan guna meminimalisir terbakarnya kulit dan iritas. Mereka sering digunakan di rumah sakit untuk pengoprasian kulit dan disinfeksi. Beberapa merk popular seperti Wecodyne untuk disinfeksi kulit dan Betadine untuk mengobati luka.
Chlorine adalah disinfetant yang berupa kumpulan tampungan air dan kolam renang dan juga dipakai pada produk susu dan makanan pabrik. Chlorine dapat berupa gas, sodiu hyphochlorite, atau calcium hypochlorite, yang menghasilkan asam hypochlorous (HClO) dan atom oksigen. Hasilnya ialah oksidasi material sel dan hancurnya bakteri vegetative dan jamur, meski tidak menghancurkan spora.

Kematian seluruh mikroorganisme umumnya terjadi pada masa 30 menit. Semenjak material organic bercampur dengan chlorine sehingga bereaksi terhadap chlorine dan produk-produknya. Masalah yang mungkin muncul ialah chlorine bereaksi pada senyawa organic guna membentuk carcinogenic trihalomethanes, yang harus diperhatikan apabila terdapat pada air minum. Ozone terkadang digunakan sebagai alternative klorin dai Eropa dan Canada.
            Chlorine juga berupa disinfectant yang baik untuk penggunaan individual Karena bersifat efektif, tidak mahal, dan mudah digunakan. Sejumlah kecil dari air minum dapat di disinfeksi dengan tablet halazone. Halazone (parasulfone dichloramidobenzoic acid) secara perlahan melepaskan chloride ketika ditambah air dan men disinfeksikannya dalam waktu sekitar 30 menit. Umum digunakan oleh perkemahan pada keadaan kurangnya air yang bersih.
            Larutan Chlorine merupakan disinfectant alat-alat lab dan rumah. Kombinasi deterfen disinfektan dapat disiapkan jika 1/100 pemutih diencerkan (missal 1.3 fl oz dari Clorox atu Purex dalam 1 gal atau 10ml/liter) dikombinasikan dengan deterjen nonionic yang cukup (sekitar 1oz/gal atau 7.8ml/liter) guna mendapatkan konsentasi detergen sebesar 0,8%. Campuran ini akan menghilangkan noda, debu dan bakteri.

Heavy Metal (Logam Berat)

Selama bertahun-tahun ion dari logam berat seperti merkuri, perak, arsenic, zinc, dan tembaga digunakan sebagai germisid. Namun sekarang ini telah digantikan dengan germisida yang tidak terlalu toxic dan lebih efektif (banyak logam berat bersifat bacteriostatic dan bactericidal). Namun terdapat beberapa pengecualian. 1% larutan perak nitrat diteteskan di mata bayi guna mencegah ophthalmic honorrhea (dalam banyak rumah sakit, erythromycin digunakan sebagai pengganti perak nitrat Karena sangat efektif terhadap Chalnydia dan Neisseria). Silver sulfadiazine digunakan dalam pembakaran. Tembaga sulfat efektid sebagai algicide pada danau dan kolam renang.
            Logam berat dicampur dengan protein, sering dengan kelompok sulfhydryl, akan mematikan mereka. Ia juga dapat mengendapkan sel protein.

Quaternary Ammonium Compounds (Senyawa Kuarter Ammonium)

Detergents (latin: detergere, menghapus atau mengusir) adalah molekul organic yang beperan sebagai agen/senyawa pembasah dan emulsifiers Karena mereka bersifat polar hydrophilic dan nonpolar hydrophobic. Karena sifat ampiphatik mereka (lihat bagian 3.2), deterjen melarutkan residue yang tidak dapat larut sebelumnya dan sangat efektif dalam membersihkan agent. Mereka berbeda dengan sabun yang merupakan turunan dari lemak.
            Meskipun detergen anionic memiliki sifat antimikroba, hanya detergen cationic yang efektif dipakai sebgai disinfectant. Disinfectant yang popular adalah senyawa kuarter ammonium yang ditandai dengan kuarter nitrogen yang bersifat posif dan merupakan rantai panjang hydrophobic aliphatic (gambar 7.7) mereka merusak membrane mikroba dan dapat merubah sifat protein.
            Detergen cationic sepertei benzalkonium chloride dan cetylpyrindinium chloride membunuh sebagian besar bakteri tetapi bukan M. tuberculosis datau endospore. Mereka memeliki kelebihan yaitu bersifat stabil, tidak beracun dan lunak tetapi tidak dapat diaktifkan dengan air keras dan sabun. Detergen cationic sering dipakai sebgai disinfektan untuk alat makan dan unstrumen kecil dan sebagai antiseptic kulit beberapa merek yang ada di pasaran seperti Zephiran mengandung benzalkonium chloride dan Ceepryn cetylpyridinium chloride.

Aldehid

Aldehid yang sering dipakai ialah, formaldehyde dan glutaraldehyde, Karena sangat reaktif terhadap molekul yang menggabungkan asam nucleic dan protein dan menonaktikan mereka, mungkin didapat dengan melakukan hubungan silang dan alkylating pada molekul (gambar 7.7). mereka bersifat sporicidal dan dapat dipakai sebagai pensteril zat kimia. Formaldehyde umumnya dileburkan dalam air atau alcohol sebelum digunakan. 2% larutan buffer dari glutaraldehyde efektif dipakai sebgai disinfectant. Dan tidak terlalu menyebabkan iritasi dibanding dengan formaldehyde dan digunakan untuk men disinfeksi peralatan lab dan rumah sakit. Glutaraldehyde umumnya memakan waktu 10 menit untuk mendisinfeksi objek, namun membutuhkan waktu 12 jam untuk menghancurkan spora.

Sterilizing Gases (Gas pensterilisasi)

Banyak benda sensitive panas seperti piring batu, plastic habis pakai dan suntukan, mesin pompa jantung dan hati, benang jahit dan catheters sekarang ini disterilisasi menggunakan gas oksida (gambar 7.7). ethylene oksida (EtO) bersifat microbicidal dan sporicidal dan membunuhya dengan cara bergabung denga sel protein. senyawa ini efektif digunakan sebagai agen pensterilisasi Karena dapat dengan cepat membus lapisan material, bahkan bungkusan plastik.
            Sterilisasi dilakukan dengan alat ethylene oxide sterilizer, yang tampilannya mirip dengan autoclave, ia mengontrol konsentrasi EtO, suhu, dan kelembapannya. Karena EtO murni bersifat explosive, ia umumnya ditambah dengan 10 – 20%  konsentrasi campuran baik itu CO2 maupun dichlorodifluoromethane. Konsentrasi EtO, kelembapan, dan suhu berpengaruh terhadap tingkat sterilisasi. Objek yang bersih dapat disterilisasi dalam 5-8 jam pada suhu 38oC atau 3 – 4 jam dengan suhu 54oC ketika tingkat kelembapan dijaga pada 40 – 50 % dan konsentrasi EtO pada 700mg/liter. Penjenuhan secara luas dari material yang disterilisasi dapat melenyapkan residu EtO Karena bersifat sangat toxic.
            Betapropiolactone (BPL) juga terkadang dipakai sebgai gas pensteril. Dalam bentuk larutan diganakan untuk mensterilkan vaksin dan sera. BPL diuraikan dalam bentuk nonaktif setelah beberapa jam kemudian akan sangat mudah untuk melenyapkan EtO. Ia juga menghancurkan mikroorganisme lebih baik dibanding ethylene oxide namun tidak dapat menembus material dengan baik dan bersifat carcinogenic. Oleh Karena alasan-alasan ini, BPL tidak sering digunakan dibandingkan dengan EtO.
            Dewasa ini hydrogen peroxide dalam fase-penguapan digunakan untuk dekontaminasi cabinet keselamatan biologis.

7.6 Evaluasi Keaktifan Agen Antimikroba

            Pengujian agen antimikroba adalah proses yang kompleks dan diregulasi oleh dua badan resmi berbeda. U.S environmental protection agency mengatur disinfectant, sedangkan agent yang digunakan kepada manusia dan hewan diatur oleh Food and Drug Administration. Pengujian agen mikroba sering dimulai dengan proses penyaringan awal untuk menguji kefektifannya dan pada konsentrasi apa. Baru kemudian dapat dilakukan tes secara lebih realistik.


Tabel 7.6 Koefisien Fenol untuk beberapa Disinfectant

            Proses penyaringan disinfektan yang paling umum ialah phenol coefficient test dimana potensi dari disinfektan dibandingkan dengan phenol. Sejumlah phonel yang diencerkan dan disinfektan eksperimental disuntikkan pada bakteri Salmonella typhi dan Staphylococcus aureus, kemudaian diletakkan di air dengan suhu 20 atau 37oC. wadah disinfektan yang disunttukan ini kemudian dipisahan menjadi bagian regular fresh medium dengan interval 5 menit. Dan diinkubasi selama 2 hari atau lebih. Tingkat keenceran yang dapat membunuh bakteri adalah setelah terpapar selama 10 menit. Namun dalam menghitung koefisien phenol, tidak boleh terpapar lebih dari 5 menit. Balasan yang layak untuk setiap ji disinfektan dibagi dengan phenol untuk mendapat koefisiennya. Misalkan phenol yang diencerkan sebesar 1/90 dan efektifitas maksimum dari disinfektan X yang diencerkan ialah 1/450. Maka koefisien phenol adalah 5. Semakin tinggi nilai koefisen phenol, semakin efektif disinfektan yang diuji. Nilai lebih besar dari 1 berarti disinfektan lebih efektif daripada phenol. Berbagai contoh koefisien phenol ada pada tabel 7.6
Koefisien fenol yang diuji sangat berguna dalam prosedur penyaringan namun koefisen phenol dapat juga mengecohkan apabila dilakukan indikasi langsung dari potensi disinfektan dalam penggunaan normal. Hal ini dikarenakan koefisien phenol ditentukan dengan kondisi yang sangat terkontrol dengan tegangan bakteri murni, sedangkan disinfektan umumnya digunakan pada popuasi yang kompleks dengan adanya zat organik dan berbagai variasi serta faktor lingkungan seperti pH, suhu dan jumlah garam.

            Guna mengestimasi efektifitas disinfectant secara realisitis. Dilakukan tes lain, tingkat pemilihan bakteri yang dihancurkan oleh berbagai agen kimia akan ditentukan dan dibandingkan secara eksperimental. Use dilution test dapat juga dilakukan. Silinder stainless steel yang terkondaminasi dengan spesies bakteri tertentu pada kondisi yang dikontrol. Silinder kemudian dikeringkan, direndam di dalam disinfectant selama 10 menit, dipindahkan ke tabung uji, dan diinkubasi selama 2 hari. Konsentrasi disinfektan yang dapat membunuh organisme dalam sampe dengan tingkat kebenaran 95% dibawah kondisi yang telah ditentukan.  Disinfektan juga diuji dalam kondisi yang didesain untuk mensimulasi penggunaan secara normal. Teknik ini membolehkan kita untuk secara akurat menentukan konsentrasi disinfectant yang cocok untuk situasi tertentu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA

Tingkat Keanekaragaman Hayati